Ini Empat Poin Reformasi Tata Kelola Industri Ekstraktif Sektor ESDM
By Abdi Satria
nusakini.com-Jakarta-Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus melakukan penataan dalam industri ekstraktif sektor ESDM agar menciptakan iklim investasi yang nyaman bagi para stakeholder sektor ESDM.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) ESDM Agus Cahyono Adi dalam acara Peluncuran Laporan EITI dan Diskusi Publik Transparansi Industri Ekstraktif, Ekonomi Disruptif dan Prospek Masa Depan Sektor Ekstraktif, di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta,Kamis (14/3).
Ada empat hal yang menjadi poin penting dalam reformasi tata kelola Industri ekstraktif sektor ESDM. Pertama, adalah fairness antara Pemerintah dengan Badan Usaha. Seperti di subsektor Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah saat ini mengubah skema kontrak Migas antara Pemerintah dengan Badan Usaha dari yang sebelumnya Production Sharing Contract (PSC) Cost Recovery menjadi skema bagi hasil Gross Split. Hal tersebut dikarenakan banyaknya distorsi pada sistem Cost Recovery yang dianggap tidak efisien.
"Walaupun Indonesia adalah pioneer dari PSC (Cost Recovery) dan sudah dicopy beberapa negara. Namun, seiring berjalannya waktu, ada yang perlu diperbaiki, kita kenalkan skema Gross Split, yang mana tujuannya membuat biaya operasi lebih transparan, lebih mendorong efisiensi, karena biaya operasi menjadi tanggung jawab langsung badan usaha. Kalau sebelumnya dengan cost recovery, mereka yakin angka yang disetujui akan dikembalikan dengan cost recovery. Sekarang tidak, kalau mereka menghitungnya tidak tepat, itu resiko mereka", ungkap Agus.
Di sektor mineral dan batubara (minerba), Pemerintah juga melakukan penataan izin dan kontrak pertambangan melalui status Clear and Clean (CnC). Tahun 2014, terdapat 10.643 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Setelah dipangkas dengan CnC, pada tahun 2018 jumlahnya menjadi 5.670 IUP.
"Meskipun IUP yang terdaftar menurun, namun jumlah PNBP Minerba malah meningkat dan realisasinya mencapai 50 Triliun, melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar 32,1 Triliun (156%). Kementerian ESDM bersama-sama dengan KPK meningkatkan transparansi Badan Usaha", lanjut Agus.
Agus menjelaskan poin kedua dalam reformasi tata kelola Industri ekstraktif sektor ESDM adalah memangkas perizinan yang menghambat investasi. Hingga 2018, total sebanyak 186 regulasi/perizinan di sektor ESDM dicabut. "Dengan rincian ada 56 regulasi/perizinan di sektor migas, 96 regulasi/perizinan sektor minerba, 20 regulasi/perizinan sektor listrik serta 14 regulasi/perizinan sektor EBTKE", jelasnya.
Selanjutnya, adalah memberikan kemudahan akses data dengan terintegrasinya sistem dan proses bisnis serta data untuk pengelolaan dan penyimpanan data subsurface dan berbasis standar internasional.
"Kami bersama-sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan strategi nasional pencegahan korupsi, salah satunya melalui optimalisasi penerimaan negara dari penerimaan pajak dan non pajak. Kita sedang bangun bagaimana agar kondisi subsurface kita bisa dengan mudah, lebih cepat, sehingga usaha di Indonesia bisa lebih menarik", ungkap Agus.
Yang terakhir adalah akuntabilitas dengan perbaikan tata kelola, penerapan Beneficial Ownership, serta menerapkan Online System yang terintegrasi dalam Pengelolaan Minerba.
"Outputnya sudah pasti Onemap Policy. Biar tidak tumpang tindih. Kita ada Minerba One Map Indonesia (MOMI), Minerba One Data Indonesia (MODI), ada juga geoportal sudah ada 84 peta tematik dari ESDM", pungkas Agus. (p/ab)